Seri Iwan dan Keluarga Kebunnya #7 Hujan Turun

Sabtu, Agustus 08, 2015 0 Comments A+ a-

Hujan turun. Membasahi apapun yang di bawahnya. Termasuk kebun Iwan. Dedaunan basah, batang basah, buah basah, tanah juga basah. Tidak ketinggalan, baliho para caleg dan bakal calon Bupati itu juga kebagian air hujan. Sebentar lagi akan ada pemilihan kepala daerah di kabupaten ini. Maka berbondong-bondonglah para penduduk untuk menjadi bupati. Dengan hujan ini, maka berakhirlah kemarau yang sudah seminggu melanda desa itu. Hujan sudah memberikan selingan kepada musim kemarau bulan juli itu.


Di tengah alam desa yang makin tidak bersahabat menurut penduduk. Maka penduduk pun sedang merayakan pestanya. Memilih kepala daerah yang bisa membawa kabupaten ini ke alam modern. Penduduk yang bermukim disini seperti sudah lupa apa itu sebenarnya bermukim. Meninggali sebuah tempat itulah yang ada di benak mereka. Lingkungan tempat tinggal hanya dipandang sesuatu yang bernilai guna dan dapat dimanfaatkan. Dengan akal budi macam begitu, penduduk yang bermukim di desa ini seenaknya membuka lahan. Membakar hutan untuk kemudian dibuat kebun baru dan bangunan pabrik. Alam dilihat oleh mereka sebagai sumber daya saja. Setelah alam memunculkan banjir dan perubahan cuaca drastis mereka bilang alam sudah tidak bersahabat, padahal mereka tidak pernah menjalin sahabat dengan alam. Alam mereka jadikan budak.

Beberapa kaum etika mengkampanyekan buanglah sampah sembarangan, jangan menebang pohon, tanamlah, gunakanlah pupuk organik, kebanyakan tidak tahu apa hakikat kegiatan itu sebenarnya. Apakah itu untuk mereka saja atau untuk alam.

Alampun dianggap perlu dikontrol sepenuhnya. Lalu diciptakanlah teknologi yang justru mengontrol manusia itu sendiri. Teknologi mekanistis yang memanfaatkan prinsip efisiensi maksimal mencederai alam. Alam dikeruk lalu kemudian dikeruk lagi.

Beberapa kaum relawan kemudian membuat program reboisasi : penanaman hutan kembali. Benar akan tetapi lajunya tidak seimbang dengan laju penggundulan hutan itu sendiri. Jumlah penduduk yang bermukim tidak dengan benar membuat sumber daya alam itu bersaing. Akhirnya manusialah yang memenangkan persaingan. Mereka buka lahan yang juga merupakan tempat tinggal bagi subjek lain seperti binatang dan tumbuhan. Akan tetapi karena sedari awal manusia merasa superior sebab alam diciptakan buatnya dia seenaknya saja kepada alam.
Padahal dalam kitab suci, manusia juga ditugaskan menjadi pemimpin di muka bumi ini. Lalu pemimpin yang baik tentu bisa menjaga keseimbangan atau ekuilibrium ekosistem dan ekologi.

Dan juga sudah diwanti-wanti bahwasanya tiada yang lain selain manusialah yang merusak alam itu sendiri.